Agen rahasia, kadang-kadang disebut mata-mata, intel atau
informan. Di benak kita dulu jika ada agen rahasia, maka yang terbayang
sosoknya adalah James Bond, si 007 dari badan intel M16 Inggris. Perayu ulung
yang agak kocak, jago berkelit (dan berantem) dengan senjata canggih.
Agen rahasia yang dikenal anak-anak adalah di film cartoon Totally
Spies, Kim Possible, Ben 10 dan Tin-Tin. Sosok yang jauh dari kesan
angker maupun menakutkan.
Menyebut agen rahasia zaman modern ini, maka yang dikenal bukan
seperti sosok James Bond roger Moore
lagi, tetapi lebih mirip ke Daniel Craig, yang lebih sadis dan tega dalam
membunuh. License to Kill yang dimiliki agen rahasia, jauh dari bayangan sosok
hero yang ada di benak fantasi anak-anak.
Mossad, yang kebetulan dalam bahasa Hokkian dapat diartikan
sebagai ‘mo sat’; membunuh secara diam-diam, merupakan badan agen rahasia yang
paling disorot, selain CIA dan KGB. Jika CIA, KGB dan M16 lebih banyak dikenal
orang, mungkin karena dipopulerkan oleh film-film Hollywood, maka Mossad lebih
kontroversial karena cuma dikenal di dalam buku sejarah dan media. Terakhir
media nasional Kompas, yang selama beberapa hari memuat sepak terjang agen
Mossad dalam membunuh tokoh Hamas.
Di film Hollywood, Munich; digambarkan agen-agen Mossad adalah
manusia yang sangat ketakutan saat harus membunuh, sayang pada keluarga dan
setia pada negara. Gambaran pembunuh berdarah dingin, ataupun agen yang
profesional sirna, apalagi kalau dibandingkan dengan cerita-cerita di buku-buku
dan media tentang sosok agen rahasia dan sepak terjang Mossad yang legendaris.
Entah disengaja atau tidak, film Munich menampilkan sisi manusiawi sang agen
rahasia. Seperti halnya film Bourne trilogy, yang menggambarkan agen CIA yang
walaupun sangat sadis ketika harus membunuh, setidaknya ada sisi humanisme
bahwa sang agen yang diperankan oleh Matt Damon adalah manusia yang baik, bisa
jatuh cinta dan yang terpaksa membunuh karena tugas negara.
Gambaran-gambaran di atas adalah persepsi yang tergantung dari
sisi mana kita melihat. Manusiawi atau tidak, profesional atau amatir, semuanya
tergantung dari hasil akhir, tugas yang diemban berhasil dituntaskan atau
tidak. Soal sisi romantisme, atau rasa bersalah setelah membunuh adalah
pernik-pernik kehidupan seorang agen.
Bagaimana kabar agen rahasia Indonesia? Apakah seperti sosok
James Bond zaman dulu, atau seperti Jason Bourne, atau bahkan seperti
Mossad? Kasus Malari, Woyla, Tangjung Priok, Kerusuhan Mei 1998 serta
Kasus Munir apakah merupakan perbuatan intelijen? Apakah amatir (karena
terbongkar) atau merupakan suatu tugas dari Negara?
Dibandingkan dengan cerita-cerita kisah intelijen di masa lalu,
dan kisah intel Kopassus di buku tentang Kopassus, apakah ada penurunan
kualitas? Penangkapan agen rahasia Uni Soviet di Jakarta saat
bertransaksi beberapa tahun lalu menunjukkan bahwa Indonesia juga merupakan lintasan
permainan dan target beroperasi agen rahasia mancanegara.
Belum lagi buku tentang Economic Hitman karangan John Perkins,
kegagalan operasi CIA yang kata pengantarnya disampaikan oleh jurnalis kawakan
Budiarto Shambazy, menunjukkan bahwa agen rahasia itu ada di mana-mana. Risalah
yang menuduh bahwa Adam Malik diduga merupakan agen asing, dokumen lama di masa
Orde Lama dan tertangkapnya agen CIA di Bogor baru-baru ini, merupakan suatu
bukti dan pembelajaran bahwa Indonesia perlu memperkuat agen rahasianya, kalau
perlu dengan belajar dari Mossad ataupun agen terbaik yang ada di dunia, jika
tidak ingin terlindas oleh zaman.