Pemanasan bumi akibat emisi karbon diprediksi menyebabkan Bumi
tak mampu lagi menyangga kehidupan pada akhir abad ini.
Ke mana kita akan mengungsikan kehidupan (terutama manusia) ini?
Pencarian ini antara lain yang kemudian menjadi obyek ketika penjelajahan ruang
angkasa menjadi semakin ”menjanjikan” sejak pendaratan Neil Armstrong 10 Juli
1967 di permukaan Bulan.
Penjelajahan terus berlanjut bukan hanya ke Bulan, tetapi merambah planet-planet lain dalam galaksi Bimasakti.
Penjelajahan terus berlanjut bukan hanya ke Bulan, tetapi merambah planet-planet lain dalam galaksi Bimasakti.
Program observasi National Aeronautics and Space Administration
(Badan Aeronautika dan Ruang Angkasa Nasional/NASA) Amerika Serikat Mars
Reconnaissance Orbiter (MRO) telah berakhir dan hasilnya dipaparkan dalam
jurnal ilmiah Science, Jumat (19/12).
Hasil dari misi penjelajahan MRO yang pertama tersebut telah
berhasil menemukan bukti- bukti akan adanya mineral-mineral yang penting untuk
mendukung kehidupan. Bukan hanya mineral, bahkan jejak-jejak yang membuktikan
adanya air di permukaan Mars juga terekam di beberapa lokasi.
Penemuan akan bukti-bukti tersebut mengindikasikan bahwa pernah
ada mikroba—sebagai bentuk awal kehidupan—hidup di Mars ketika planet tersebut
kondisinya lebih basah (baca: mengandung air) dibandingkan saat ini. Penelitian
lebih lanjut akan dilakukan MRO tahap kedua yang akan berlangsung selama dua
tahun.
Penemuan yang cukup melegakan ini karena ternyata Mars tidaklah
”seganas” yang pernah dipikirkan semula.
Bukti akan adanya air di Mars diketahui saat ditemukan adanya
parit-parit yang terbentuk oleh aliran air, kemungkinan berasal dari danau
purba.
Bukti akan adanya air juga muncul ketika ada ditemukan
jenis-jenis mineral yang hanya bisa terbentuk jika terjadi interaksi dengan
unsur air.
Persoalan yang masih ada dan masih harus terus dicari dan
dibuktikan adalah seberapa banyak air yang pernah ada di Mars tersebut, dan
seberapa besar dukungannya terhadap kehidupan mikroba atau kehidupan yang
primitif (metabolismenya sederhana)? Jawabannya mungkin belum akan ditemukan
dalam waktu dekat.
Di sisi lain, bukti-bukti tersebut mengisyaratkan bahwa di Mars pernah
ada periode ketika air membentuk tanah liat yang disusul periode kering saat
Mars kaya akan unsur garam dan unsur airnya bersifat asam. Kondisi ini amat
tidak cocok untuk mendukung kehidupan.
Persoalannya, kondisi di Mars tidaklah serupa antara satu
wilayah dan wilayah lainnya. Oleh karena masih ditemukan sejumlah unsur karbon
yang mengindikasikan wilayah itu tidak bersifat asam-unsur asamnya rendah.
Karbon amat mudah terurai jika bertemu unsur asam. Unsur karbon juga ditemukan
pada batuan meteorit yang berasal dari Mars.
”Kehidupan yang primitif mungkin menyukainya. Tidak terlalu
panas dan tidak terlalu dingin, dan tidak terlalu asam. Sebuah tempat yang
’tepat’,” ujar Bethany Ehlmann sarjana dari Brown
University di Providence.
Unsur karbon yang telah memberikan harapan tersebut ditemukan
MRO di daerah yang disebut Nili Fossae, sekitar 667 kilometer panjang dan
berada di tepian Isidis-kolam yang telah kering, dan di dekat batuan yang
terekspos di tepi lembah kawah. Jejak serupa ditemukan di Terra Tyrrhena dan
Libya Montes.
Sejumlah peneliti memiliki teori yang berbeda-beda tentang
terbentuknya karbon. Misalnya, ada yang menyebutkan air tanah (Mars) terangkat
ke permukaan melewati batuan yang mengandung olivin di permukaan dan terpapar
pada hujan atau danau kecil. Teori tersebut mempertebal keyakinan bahwa di
Planet Merah itu pernah ada air di permukaannya.
Berkeliling
Perjalanan MRO berkeliling planet telah membawanya menemukan bukti-bukti bahwa sebagian besar wilayah dataran tinggi di bagian selatan planet yang luas itu dialiri air dengan kondisi lingkungan yang bervariasi pada 4,6 miliar-3,8 miliar tahun yang lalu.
Perjalanan MRO berkeliling planet telah membawanya menemukan bukti-bukti bahwa sebagian besar wilayah dataran tinggi di bagian selatan planet yang luas itu dialiri air dengan kondisi lingkungan yang bervariasi pada 4,6 miliar-3,8 miliar tahun yang lalu.
Bukti-bukti itu ditunjukkan dengan penemuan batuan filosilikat
yang tersebar meluas di belahan selatan planet. Batuan filosilikat ini mengandung
unsur besi, magnesium atau aluminium, mica, dan kaolin.
”Dalam filosilikat, atom-atomnya tertata secara berlapis dan
semua memiliki unsur air atau kandungan hidrogen dan oksigen yang membentuk
suatu struktur kristal,” tutur anggota tim MRO, Scott Murchie, dari John Hopkins
University.
Lapisan batuan yang mengandung kristal air tersebut berada di
lapisan batuan vulkanik yang belum terlalu tua. Di bagian kawah, misalnya di
Valles Marineris, di belahan selatan planet, terpapar lapisan lempung purba dan
berbagai mineral lain.
”Ini seperti sebuah perjalanan ke lapisan batuan di dasar Grand Canyon,” ujar Murchie merujuk pada salah satu
fenomena geologis yang terbesar.
Variasi tanah lempung dan berbagai mineral yang ditemukan di
Mars tersebut mengindikasikan adanya variasi kondisi lingkungan di Mars.
Di belahan utara Mars ditemukan batuan dengan kandungan berbeda,
yaitu sulfat yang mengindikasikan lingkungan yang lebih kurang mendukung
kehidupan dibandingkan selatan.
Nah, mungkin suatu hari nanti kita bisa mengungsi ke
belahan selatan Mars? Atau… maukah kita menyelamatkan kapal kehidupan kita yang
bernama Bumi…?