Sebetulnya di Indonesia, khususnya di Jakarta ,
dalam beberapa tahun terakhir banyak media massa
yang mengulas tentang anak-anak Indonesia
yang memiliki indera keenam atau disebut juga memiliki “mata ketiga”.
Dalam bahasa populernya disebut indigo child atau sixth
sense karena anak-anak tersebut punya ciri-ciri khusus yang agak berbeda dengan
anak-anak kebanyakan. Nanti kita akan melihat apa saja ciri-ciri tersebut.
Majalah remaja Hai tahun lalu sudah mengupas tentang indigo child lengkap
dengan beberapa contoh anak-anak yang berhasil diwawancara termasuk beberapa
artis remaja kita yang menceritakan suka duka punya karunia semacam itu karena
ada sebagian orang yang menganggap kemampuan itu bukan sebagai karunia, tetapi
sebagai masalah kutukan. Kenapa sampai itu terjadi begitu? Kita lihat ceritanya
di bawah ini.
Berbeda dengan anak yang mendapat predikat jenius yang kemampuan otak mereka
luar biasa pintar dan menjadikan mereka menonjol dalam prestasi belajar, dan
selalu dipastikan selalu menduduki peringkat satu di kelas bahkan di
angkatannya, anak-anak yang termasuk indigo child dalam kehidupan sehari-hari
bisa terkesan biasa-biasa saja dalam segi prestasi, bahkan ada beberapa yang
harus tinggal kelas.
Itu sebenarnya bukan berarti indigo child anak yang ber-IQ rendah, malah
sebaliknya kalau diperiksa bahkan IQ mereka banyak yang sangat tinggi, setaraf,
bahkan lebih dari, IQ anak jenius. Nah di mana masalahnya, kenapa mereka bisa
berbeda. Indigo child kebanyakan malas belajar dan kurang ambisi, bahkan
beberapa anak mengeluh sering sakit kepala karena banyak hal yang mereka tidak
mengerti berada di pikiran mereka.
Walaupun akhirnya kita melihat banyak juga anak indigo memang bisa mencetak
prestasi bintang menyamai anak-anak jenius.
Indigo Child
Seperti kita ketahui, manusia umumnya memunyai lima indera, tetapi apa sih yang
dinamakan indera keenam, sampai lahir istilah itu. Kata indigo sendiri diambil
dari nama warna yaitu indigo, yang dikenal sebagai warna biru sampai violet.
Bagaimana hubungan warna itu dengan anak-anak yang mendapat julukan tersebut
dan diketahui memiliki indera keenam, Indera yang dimaksud adalah intuisi,
semua orang sebetulnya memiliki intuisi tetapi khusus anak indigo mempunyai
intuisi yang luar biasa tajam di atas kemampuan orang kebanyakan.
Mereka demikian peka seperti halnya anak jenius mempunyai kepintaran di atas
rata-rata, demikian juga anak indigo mempunyai intuisi luar biasa tajam.
Dalam literatur kesehatan seperti yoga, prana, autohipnotis, meditasi dan
sebagainya dikenal bahwa manusia selain mempunyai fisik yang bisa dilihat dan
diraba juga mempunyai tubuh halus yang hanya bisa dilihat oleh orang-orang yang
berbakat kewaskitaan, yaitu orang yang extra sensory perception (ESP)-nya
berkembang dengan baik karena tubuh halus itu berbentuk energi sinar berada di
bawah empat oktaf dari kemampuan mata kasat melihat.
Mata kasat sendiri hanya mampu melihat warna pelangi, yaitu dari ungu sampai
merah. Sedangkan badan halus itu berada di bawah warna merah termasuk far infra
red ray (FIR) dengan panjang gelombang sekitar 12-6 mikron, frekuensi 60-120
Hz, dan orang awam mengenalnya dengan sebutkan aura. Yaitu, sinar elektro-magnetik
dari tubuh. Sinar elektromagnetik yang memancar dari tubuh seseorang berbentuk
elips mengelilingi tubuh fisik, kualitas warna dan kepadatannya mengindikasikan
kesehatan dan karakter seseorang.
Untuk mengetahui apa warna sinar elektromagnetik yang dikenal sebagai aura,
kini orang tidak perlu menunggu sampai mempunyai kemampuan ESP yang dikenal
juga dengan istilah “mata ketiga”. Di Jakarta sudah ada mesin foto aura
generasi akhir yang disebut Aura Video Station.
Di situ kita bisa melihat secara langsung di layar monitor energi sinar
elektromagnetik atau aura itu bergerak membentuk selubung dari tubuh fisik
sesuai dengan tingkatan kesehatan dan emosi seseorang yang diproyeksikan dengan
warna. Nah, warna anak indigo sementara ini berdasarkan fakta yang terkumpul
umumnya berwarna biru sampai violet sebagai dominasi dari aktifnya cakra
keenam, yang juga disebut cakra “mata ketiga”.
Berikut ini kita akan melihat apa itu cakra dan dari mana kaitan warna itu
dengan intuisi tajam yang menjadikan seseorang berpredikat indigo dengan
ketajaman intuisinya.
Di tubuh halus manusia yang disebut juga tubuh bioplasmik diketahui punya
pintu-pintu energi. Kesehatan pintu-pintu energi itulah yang mendasari energi
elektromagnetik (aura) seseorang dan warna yang tertangkap sebagai pancaran
sinar elektromagnetik itu adalah hasil dominasi keaktifan pintu-pintu energi
tersebut. Pintu-pintu energi itu disebut cakra diambil dari bahasa Sansekerta
yang berarti roda yang berputar.
Dalam literatur Yoga dikenal tubuh bioplasmik seseorang punya pintu-pintu
energi yang berjumlah sekitar 360 dan terdiri dari pintu-pintu besar, sedang,
dan kecil. Tetapi yang sangat berperan menghasilkan warna aura adalah
pintu-pintu besar, dan dikenal dengan sebutan cakra-cakra utama yang berjumlah
tujuh dan punya nama dan warna tertentu, serta memberi intensitas energi
sendiri-sendiri pada tiap wilayah kesehatan organ dari tubuh fisik itu sendiri
yang dijabarkan sebagai berikut.
- Cakra dasar warna energi merah bertanggung jawab untuk kesehatan tulang dan otot di tubuh fisik dan memberi energi pada semangat hidup seseorang.
- Cakra kedua warna energi oranye bertanggung jawab untuk kesehatan organ-organ reproduksi dan memberi energi pada kemampuan berinteraksi dengan sesama.
- Cakra ketiga warna energi kuning bertanggung jawab untuk kesehatan organ-organ reproduksi dan memberi energi pada ambisi seseorang baik positif maupun negatif.
- Cakra keempat warna energi hijau bertanggung jawab pada semua organ yang berada dalam rongga dada dan memberi energi pada timbang rasa perasaan seseorang.
- Cakra kelima warna energi biru bertanggung jawab pada organ dalam rongga leher termasuk telinga, hidung dan tenggorokan (THT) dan memberi energi pada kemampuan seseorang dalam berinteraksi dan berkomunikasi, juga berkreativitas halus seperti melukis, dan menulis.
- Cakra keenam warna energi indigo disebut juga nilai yang bertanggung jawab pada seluruh organ dalam rongga kepala termasuk pancaindera dan memberi energi pada kepekaan intuisi dan ketajaman perasaan (felling) untuk hal-hal abstrak, seperti berpikir cepat.
- Cakra ketujuh warna energi violet bertanggung jawab pada semua organ di kepala, khususnya otak dan memberi energi pada sikap seseorang berhubungan dengan keillahian.
Jadi, jelas bukan indigo child memiliki ketajaman intuisi karena dari sinar
elektromagnetik tubuhnya saja, yaitu auranya yang hampir seluruhnya merupakan
tanda keaktifan yang lebih dominannya pintu energi yang satu itu yakni cakra
mata ketiga yang terindikasikan mengeluarkan energi berwarna indigo.
Umumnya orang yang berbakat sebagai indigo sudah tampak sejak lahir, bahkan
kenyataan sebagaimana umumnya juga merupakan karunia yang turun-temurun. Jadi,
secara alami mereka memang punya karunia itu dan ketajaman intuisinya berlainan
satu dengan yang lain.
Ada yang sangat peka sampai bisa mempunyai penglihatan menembus ruang dan
waktu, misalnya sambil mengadakan hubungan telepon dia bisa menebak lawan
bicaranya pakai baju warna apa atau sambil ngemil apa, juga mempunyai
penglihatan akan kejadian-kejadian yang lalu atau yang akan datang dan keahlian
seperti ini dimiliki orang yang dijuluki paranormal.
Tetapi, ada juga yang hanya bisa merasakan kenyamanan suatu tempat atau
lebih bisa membaca “pikiran orang”, ada juga yang bisa mengerjakan sesuatu yang
tidak pernah dia pelajari sebelumnya, seperti keahlian olahraga tertentu,
menulis, melukis sampai menjadi ahli tata rambut terkenal dsb.
Ada sebagian orang yang berubah menjadi indigo child dan memiliki segala
kelebihannya karena terbebas dari suatu penyakit berat atau kecelakaan parah
yang biasanya secara medis sudah dinyatakan tidak ada harapan hidup lagi,
tetapi tahu-tahu bisa kembali sehat normal dan menjalani hidup seolah baru
terbebas dari kematian dan mempunyai kemampuan intuisi tajam, bahkan jadi bisa
memunyai keahlian-keahlian khusus, seperti jadi terapis/ pengobat dengan
kemampuan khusus/tabib tanaman obat dan sebagainya.
Menangani Anak-anak Indigo
Umumnya anak Indigo berkepintaran tinggi, walaupun tidak bisa diukur dengan
prestasi sekolah dengan ukuran peringkat. Mereka punya kemampuan berpikir,
berdialog setingkat orang dewasa. Jadi, hati-hati kalau berhadapan dengan
seorang indigo jangan mengukur kemampuan berpikir mereka dari usia dan
pendidikannya. Terkadang apa yang tidak sampai dalam alam pikir kita sebagai
orang dewasa, indigo bisa mencapainya. Jadi, terkesan ia banyak akalnya dan
banyak maunya, menjadikan mereka suka dicap sebagai anak kecil “sok tahu” atau
kalau orang dewasa dicap sebagai orang sombonglah karena suka menganggap lawan
berdialog “telmi” (telat mikir).
Anehnya apa yang mereka mau, umumnya akan didapatkan dengan mudah dan
terkesan tidak masuk akal. Misalnya, anak indigo merengek pada mamanya minta
kue kesukaannya, tetapi karena banyak hal sang mama tidak bisa memberinya, dia
menangis sambil sesumbar kalau hari ini dia pasti mendapatkan kue tersebut dan
dengan tegas dia katakan berulang-ulang pasti akan mendapatkannya!
Sang Mama hanya menghela napas di dalam batin berguman sendiri, yang
mengatakan walaupun kamu menangis memangnya siapa yang mau memberikan kue
kesukaanmu? Tetapi, apa yang terjadi, sore hari sang ayah pulang sambil membawa
kue yang dinanti dan ayah mendapatkannya sebagai oleh-oleh dari seorang relasi
yang berkunjung ke kantor. Nah kebetulan bukan!
Jadi, jangan menyepelekan tekad mereka untuk mendapatkan.
Indigo banyak yang memunyai kemampuan di luar nalar. Misalnya, dia bisa melihat
dan berdialog dengan teman-teman di alam lain yang tidak bisa dilihat orang
lain atau mendadak piknik keluarga yang sudah dirancang matang jauh hari
sebelumnya hanya karena dia merasakan akan mendapat rintangan atau kecelakaan
dalam perjalanan, jadi batal.
Nah itulah dilema bagi lingkungannya karena kalau intuisi sang indigo
dipercaya, batallah piknik keluarga hanya karena perasaan yang tidak berdasar.
Tetapi, kalau ditentang juga sudah ada rasa takut bahwa itu adalah firasat dan
semua bisa saja terjadi. Akhirnya indigo juga dikecam sebagai “biang kerok”
lah, bahkan ada yang menganggapnya sebagai orang sakit jiwa sampai-sampai
diharuskan bahkan dipaksa untuk mau diterapi psikiater.
Ada seorang remaja datang menangis sambil bertutur bahwa dia bukan
mengkhayal, atau gila seperti yang orangtuanya tuduhkan kepadanya. Yaitu bahwa
dia betul-betul melihat makhluk-makhluk pengganggu yang selalu mendatanginya
dan menyebabkan salah satu anggota keluarga tersebut sakit berat.
Dia katakan kenapa sering melempar barang-barang dalam kamar atau di ruang
lain dalam rumah hanya karena dia melihat dan ingin mengusir makhluk-makhluk
menyeramkan yang dilihatnya dengan lemparan tersebut, tetapi sang ibu yang
merasa sebagai keluarga yang taat dalam beragama kalau sampai mempercayai
hal-hal yang dituturkan anaknya adalah sesuatu yang memalukan.
Karena itu, sang ibu berkilah mana ada makhluk halus (setan) yang berani
mengusik keluarganya, padahal mereka taat beribadah, rajin berdoa dan
sebagainya. Akibatnya vonis yang dianggap tidak waras dan ditempatkannya
“sementara” dia untuk dirawat di Klinik Rehabilitasi Jiwa di Jawa Timur.
Katakanlah sungguh sangat beruntung kalau anak indigo lahir di tengah-tengah
keluarga yang memang punya karunia itu atau paling tidak memahaminya, seperti
ibu yang penulis kenal baik, sang ibu bertutur kalau dia dulu sering dimarahi,
bahkan dipukul karena sang mama yang panik ketakutan karena diteriaki banyak
makhluk kecil yang menyeramkan merambat di tubuh sang mamanya.
Sekarang anak tersebut sudah menjadi seorang ibu yang berputra-putri tiga
orang dan semua seperti dirinya, putri terbesar memunyai ketajaman intuisi yang
luar biasa sampai-sampai semua program yang dibuatnya hampir selalu gol.
Misalnya masuk sekolah dengan uang bayaran yang jauh di bawah teman-temannya
supaya uang yang diberikan ayahnya tersisa untuk membeli barang-barang
khayalannya.
Anehnya, jumlah angka rupiahnya bisa persis yang dia rancang dan putri itu
punya kharisma yang bisa membuat teman-teman mau membantu apa saja keperluannya
mulai dari hal-hal sepele sampai hal-hal yang besar dan repot.
Putra kedua seperti ibunya melihat makhluk-makhluk halus berkeliaran dan
membuatnya mendapat julukan “si penakut” karena selalu minta ditemani kalau
masuk ruangan yang dia katakan makhluknya jail dan dia takut sendirian. Tetapi,
karena sang ibu dulu juga mengalaminya, keadaan “lebih beres” daripada
mempunyai ibu yang tidak melihat dan tidak percaya bahkan memvonis gila.
Putra ketiga memiliki intuisi tajam seperti kakak pertamanya dan suka
menjadi mitra bersama ibunya untuk memprogram keinginan-keinginan mulai dari
mendapatkan tempat parkir yang gampang di mal-mal yang ramai sampai mendapatkan
barang-barang keperluan yang sulit didapat, sehingga bisa didapat dengan mudah
karena hanya mereka berdua menyatukan pikiran untuk mendapatkannya. Tinggal
sang ayah yang sering dibuat bengong dan sering diteriaki “uuh ayah telmi deh”.
Coba kita lihat di film-film barat bagaimana pihak kepolisian merekrut
orang-orang indigo yang disebut juga cenayang untuk membantu mengungkap
kejahatan yang pelik untuk diungkap secara nalar normal. Bahkan, ada
sekolah-sekolah atau perkumpulan khusus untuk orang dengan bakat itu. Teman
penulis mendapatkan gelar S3-nya dari Amerika untuk bakatnya itu dan merasa
sangat bahagia karena toh sekarang dengan karunianya dia bisa membantu sesama
dan memerlukannya.
Di Amerika, anak jenius yang ditulis oleh Ibu Theresia Sujanti tersebut
langsung ditangani dan diangkat jadi aset negara.
Tetapi, di Indonesia perhatian untuk anak jenius saja masih tanda tanya,
apalagi untuk anak indigo yang sering dicemooh “ada-ada saja”.
Nah, sangat disayangkan bukan, diharapkan ada yang mau memelopori dan
mendanai untuk membuat klub khusus supaya mereka bisa menarik manfaat dari
karunianya. Tidak sedikit anak indigo yang kebingungan dengan kemampuannya
menjadi frustrasi dan akhirnya menempuh jalan yang salah dalam mengarungi hidup
ini, seperti terjebak dalam pemakaian narkoba karena ingin menghilangkan apa
saja yang mereka alami dari lingkungannya yang selalu mencemooh dan mengecapnya
sebagai orang miring, anak kacau, anak pembangkang dan sebagainya.
Mungkin bagi orang yang tidak mengalami akan terus mencemooh, tetapi penulis
yakin di Jakarta saja banyak orang yang masuk kategori indigo child, bahkan
beberapa orang yang punya nama besar dengan keahliannya yang memadai, seperti
seorang psikiater anak, psikologi, dokter, dosen, guru atau siapa saja yang mau
memikirkan masa depan anak-anak, diharapkan untuk membantu mendirikan klab
khusus untuk anak-anak itu, dan memberi pengarahan yang benar, agar keadaan
anak indigo yang frustrasi tidak menimbulkan kejengkelan, kekacauan keluarga
atau “keaiban keluarga” karena dianggap punya anak cacat, yaitu sakit jiwa
sungguh memalukan.
Jangan menutup kemungkinan bahwa mereka semua bisa berguna bagi kepentingan
umum dengan bakat-bakatnya. Setahu penulis untuk orang dewasa di Jakarta sudah
ada klub metafisika yang mengadakan kegiatan berkumpul untuk berdiskusi di
kalangan mereka sesama anggota dan diadakan sebulan sekali bertempat di suatu
hotel di bilangan Jakarta Selatan, tetapi untuk anak sampai remaja sangat
diharapkan dan dinantikan terwujudnya klab tersebut.